Legislator Usulkan Badan Pengelola Sampah Dalam Revisi UU Pengelolaan Sampah
Anggota Baleg DPR RI Sodik Mudjahid saat menyerahkan pandangan mini Fraksi Gerindra dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). Foto: Munchen/nr
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Sodik Mudjahid mengapresiasi upaya Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dilakukan oleh Baleg DPR RI. Diharapkan, implementasi UU Pengelolaan Sampah menjadi lebih optimal dan mampu meningkatkan kesehatan masyarakat serta kualitas lingkungan.
Hal itu disampaikan Sodik Mudjahid saat membacakan pandangan mini Fraksi Gerindra dalam Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI dengan agenda Pengambilan Keputusan atas Hasil Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"UU Pengelolaan Sampah telah berlaku selama 15 tahun, namun pengelolaan sampah terlihat belum optimal dan bahkan, di beberapa daerah, pengelolaan sampah yang tidak baik telah mendorong terjadinya bencana alam," ujar Sodik.
Sodik memaparkan, masih adanya tumpang tindih dalam kelembagaan pengelolaan sampah dan belum adanya leading sector serta kualitas SDM yang memadai. Karena itu, ia mendorong kelembagaan pengelola sampah perlu ditata ulang dengan menunjuk leading sector sehingga akan terwujud efektifas Pengelolaan Sampah.
"Kami mengusulkan perlu dibentuk Badan Pengelola Sampah sebagai leading sector pengelolaan sampah di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden sebagai langkah percepatan terwujudnya pengelolaan sampah yang lebih optimal, efektif, dan produktif," katanya.
Diketahui, seiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat, jumlah timbulan sampah juga meningkat secara signifikan. Berdasarkan data tahun 2021, tercatat bahwa timbulan sampah di Indonesia mencapai 22.932.650,11 ton/tahun, namun sampah yang berkurang hanya 3.302.112,26 ton/tahun.
Namun, jumlah sarana pengelolaan sampah belum sebanding dengan jumlah sampah yang ada. Kapasitas Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) yang tersedia hanya sebesar 111.197.710 M³, sementara sampah yang masuk ke TPA mencapai 303.839.730 M³.
Kendati demikian, lanjut Sodik, pengelolaan sampah belum menjadi kewajiban hampir di seluruh Pemerintah Daerah. Hal tersebut menyebabkan belum adanya prioritas pendanaan. Sementara itu, UU Desa memberikan peluang penggunaan Dana Desa/Alokasi Dana Desa dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa. Lalu, UU HKPD memberikan solusi pendanaan pengelolaan melalui retribusi kebersihan.
"Untuk itu, kami mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan dana yang mencukupi untuk pengelolaan sampah, terutama mengaktifkan kembali mekanisme iuran sampah melalui retribusi," sambungnya.
Dia menambahkan, Fraksi Partai Gerindra juga menyoroti belum dibuatnya aturan turunan amanat Pasal 21 UU Pengelolaan Sampah mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif. Padahal, regulasi tersebut penting untuk mendorong pengurangan sampah melalui melalui mekanisme insentif dan disinsentif.
Terakhir, Sodik menyampaikan agar praktik Tempat Pembuangan Akhir (TA) Open Dumping segera ditinggalkan dan beralih ke teknologi yang ramah lingkungan. "Kami mendorong pengolahan sampah harus menggunakan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan, serta TPA Open Dumping perlu segera ditutup dengan bantuan dari Pemerintah Pusat," pungkas politisi dapil Jawa Barat I ini. (ann/aha)